Salah satu strategi operasional UKS adalah mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berperan serta aktif dalam pelayanan kesehatan, melalui kegiatan pelatihan kader kesehatan sekolah yang disebut dengan dokter kecil. Dokter kecil adalah siswa yang memenuhi kriteria dan telah dilatih untuk ikut melaksanakan sebahagian usaha pemeliharaan dan peningkatan kesehatan terhadap diri sendiri, teman, keluarga dan lingkungannya. Dengan adanya pelatihan ini diharapkan siswa dapat berpartisipasi dalam program UKS, dapat menjadi penggerak hidup sehat di sekolah, di rumah dan lingkungannya, serta dapat menolong dirinya sendiri, antar siswa dan orang lain untuk hidup sehat (Depkes RI, 1995).
Pelatihan dokter kecil merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan berdasarkan pendekatan dari anak untuk anak (pendekatan sebaya atau peer group approach). Pendekatan ini memanfaatkan norma-norma dan tekanan dalam kelompok (group pressure) serta kesetiakawanan antar kelompok untuk membentuk perilaku hidup sehat. Dokter kecil yang sudah terlatih merupakan potensi untuk menjadi penggerak hidup sehat bagi kelompoknya secara khusus dan semua anak sekolah tersebut pada umumnya (Depkes RI, 1991).
Beberapa kriteria untuk dapat dilatih menjadi Dokter Kecil (Depkes, 1995) seperti:
a. Telah menduduki kelas 4 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
b. Siswa kelas 5 dan 6 yang belum pernah mendapat pelatihan Dokter Kecil
c. Berprestasi di sekolah
d. Berbadan sehat
e. Berwatak pemimpin dan bertanggung jawab
f. Berpenampilan bersih dan berperilaku sehat
g. Berbudi pekerti baik dan suka menolong.
h. Diizinkan orang tua
Pelatihan sebenarnya dapat dilaksanakan untuk anak dari setiap kelas dengan catatan memperhatikan kondisi atau tingkat kemampuan anak sesuai tahapan proses tumbuh kembang. Dalam perkembangan jiwani anak, pengamatan menduduki tempat yang sangat penting (Depkes RI, 1995).
Menurut Meumann (cit, Kartono, 2007) pada pengamatan perkembangan anak menerangkan bahwa anak usia 8-12 tahun mulai memahami benda-benda dan peristiwa serta tumbuh wawasan akal budinya atau insight. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Kroh (cit, Kartono, 1996) bahwa anak usia 10 sampai 12 tahun bersifat realisme dan kritis. Anak sudah bisa mengadakan sintesa logis, karena munculnya pengertian, wawasan (insight) dan akal yang sudah mencapai taraf kematangan.
Anak sekolah dasar mulai memandang semua peristiwa dengan obyektif. Semua kejadian ingin diselidiki dengan tekun dan penuh minat. Dalam keadaan normal, pikiran anak usia sekolah dasar berkembang secara berangsur-angsur dan secara tenang serta pengetahuannya bertambah secara pesat. Anak pada usia ini sangat aktif dinamis. Banyak ketrampilan mulai dikuasai, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu mulai dikembangkannya. Di samping keluarga, sekolah memberikan pengaruh yang sistematis terhadap pembentukan akal budi anak. Ingatan anak pada usia 8-12 tahun ini mencapai intensitas paling besar dan paling kuat, anak mampu memuat jumlah materi ingatan paling banyak (Kartono, 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar